MENJELANG RAMADHAN 1434 H
Entah mengapa malam ini mataku sulit
sekali kupejamkan, walaupun malam telah beranjak larut. Kipas angin yang
menggantung di dinding tepat di depan mataku berputar-putar tiada henti tetapi
rasanya tidak mampu menghilangkan kegerahan yang meliputiku. Kuraih hp yang
tergeletak di atas kasur dan mencoba menggunakannya sebagai kalkulator,
ternyata hari ini adalah hari yang ke 257 sejak meninggalnya isteriku.
Kucoba menelusuri kembali hari-hari
sepi sejak kepergiannya. Hari-hari yang berlalu tanpa suara khasnya, suara yang
amat kukenal dan bisa kutandai diantara ratusan bahkan ribuan suara manusia
lainnya. Kadang-kadang muncul keinginan yang tidak masuk akal untuk
mengharapkan wajahnya tiba-tiba muncul dari tengah-tengah kerumunan orang. Sekali
waktu aku terkecoh di mall Panakkukang ketika dari jauh kulihat seorang wanita
berkerudung merah berjalan disela-sela orang banyak tetapi setelah mendekat
ternyata bukan. Yang kedua, ketika aku berada di bandara Internasional Dubai ada seorang ibu yang mirip sekali dengan
potongan dan gaya berpakaiannya tetapi ketika kudekati ternyata oranglain. Yah
tidak mungkinlah.
Harapan untuk bertemu walaupun hanya
dalam mimpi pernah juga terwujud tetapi sangat singkat sekali. Aku melihatnya
duduk dalam suatu majelis seperti ruang mesjid yang dipenuhi oleh kerumunan jamaah
wanita yang berpakaian serba putih. Pakaian yang dipakainya juga putih sekali. Aku berada di luar ruangan dan
memanggil-manggilnya tetapi kelihatannya ia amat sibuk dan tidak mendengar
suaraku, menoleh kepadaku walau sejenakpun dia tidak sempat. Aku terbangun dan
termenung sejenak. Terfikir olehku bahwa mungkin dia sudah melupakan aku
padahal aku menapak hari-hariku sekarang dengan sangat berat karena kerinduan, apalagi
dalam semua benda, sudut, ruang serta aktifitasku sehari-hari selalu terpateri bayangannya.
Betullah apa yang berulang kali dikatakannya “Sunyitami itu daeng kalau saya
sudah tidak ada”.
Ramadhan memang merupakan bulan yang
penuh berkah sekalgus bulan yang penuh kenangan indah bersamanya. Terbayang
ketika setiap malamnya ia bangun untuk menyiapkan sahur kami berdua walaupun
dengan memaksakan diri karena didera rasa kantuk.
Ia harus bangun karena suatu kewajiban sebagai
seorang isteri , sedangkan aku masih keenakan tidur yang kemudian membangunkan
aku untuk makan setelah semuanya siap terhidang di meja. Terkenang ketika ia
sibuk menyiapkan buka puasa kami berupa kolak atau es buah yang selalu secara
bergantian dihidangkannya sebagai sesuatu menu yang mutlak ada saat berbuka
puasa.
Tetapi ramadhan kali ini merupakan
ramadhan petama tanpa kehadirannya yang harus kuhadapi sendiri. Mampukah aku
??????????.
Tolonglah aku Tuhan.